Anggota Komite 1 DPD RI, Abdul Rachman Thaha membenarkan bahwa saat ini para milenial menjadi korban doktrin radikal. Abdul mengatakan ada sebuah metode yang memastikan calon teroris ini didampingi oleh sosok yang berkarisma. Karena menurut Abdul, tanpa adanya sosok guru yang mendampingi tidak ada yang akan memberikan pemahaman kepada pelaku teror.
Ia pun menyebutkan, metode yang digunakan para pelaku teror melalui mekanisme self radicalization dan self recruitment. "Karena tanpa sosok guru yang mendampingi, tidak ada yang memberikan sebuah pemahaman pemahaman kepada pelaku teror ini." "Metode ini saya lihat lewat sebuah mekanisme yang namanya self radicalization dan self recruitment," sambungnya.
Lebih lanjut, Abdul menuturkan jika kaum milenial memang sangat mudah untuk direkrut. Terlebih melalui dunia maya atau medsos, karena memang medsos ini adalah dunianya para milenial. "Jadi kalau melihat dari milenial bahwa hari ini memamng sangat mudah untuk direkrut, dalam hal ini persoalan pemahaman itu dimasukkan dalam sebuah pemikiran pemikiran"
"Jadi memang kalau saya melihat dari itu bahwasanya milenial agak mudah untuk dimasuki. Apalagi dengan melalui dunia maya, medsos, memang generasi milenial hidupnya disitu," tuturnya. Diwartakan sebelumnya, Badan Intelijen Negara (BIN) menyatakan generasi milenial menjadi target utama perekrutan kelompok teroris. Terlebih, saat ini kelompok kelompok teroris menggunakan media sosial untuk menyebarluaskan paham sesatnya.
"Memang milenial ini menjadi target utama dari mereka," ujar Deputi VII BIN Wawan Purwanto dalam diskusi Polemik 'Bersatu Melawan Teror', Sabtu (3/4/2021). Kata Wawan, paham radikalisme menyusup kepada generasi milenial, terutama yang tidak kritis atau menelan setiap informasi yang diterimanya, termasuk ajaran sesat. Untuk itu, BIN mendorong agar generasi milenial, maupun pihak lain yang berada di dekat kaum milenial baik orangtua, guru dan lainnya selalu melakukan memeriksa, memeriksa ulang dan memeriksa silang setiap informasi yang diperoleh.
"Serta juga tanyakan pada ahlinya dengan maksud supaya kajian ini komprehensif. Apakah asbabun nuzul, sebab turunnya mahzab itu cocok." "Sebab mereka sering menyitir ayat ayat di medan perang bukan ke medan damai. Tekstual tanpa melihat sebabnya turunnya ayat ini sungguh berbahaya," katanya. Sebagaimana diketahui, serangan teror bom bunuh diri di Katedral Makassar pada Minggu (28/3/2021) melibatkan pasangan suami istri berusia muda.
Sementara, serangan ke Mabes Polri pada Rabu (31/3/2021) dilakukan seorang wanita yang juga masih berusia 25 tahun. Dengan kondisi tersebut, Wawan mengatakan, orangtua berperan penting untuk mengawasi anak anak mereka. Hal ini lantaran orangtua mengetahui watak anak.
"Yang biasanya riang jadi pemurung, yang biasanya nggak pergi kemana mana tahu tahu pulang minta uang. Dia hanya berbicara dengan networking yang ada di media sosial." "Karena dia didrive di situ untuk melakukan apapun yang mereka bisa lakukan terkait dengan entah itu perakitan bom dan juga diisi dari pemikiran pemikiran yang keliru dan juga pembenaran dari gerakannya itu," katanya. BIN, tutur Wawan, juga terus melakukan patroli siber.
Hal ini sebagai bagian mencegah penyebarluasan paham paham radikal melalui dunia maya. "Banyak juga yang kita ingatkan," tuturnya. Wawan menambahkan alasan generasi milenial menjadi target utama perekrutan oleh kelompok teroris.
Wawan mengatakan, kelompok milenial tidak banyak tanggungan, lebih berani dan emosional. "Dan lebih berpikir pragmatis apalagi ada iming iming masuk surga dan lain lain," kata Wawan.